Di dunia ini banyak orang gagal, bukan cuma aku bukan cuma kamu pula, kita semua pernah gagal. hanya saja kegagalanya berbagai rupa dan mengatasinya juga berbeda-beda.
Jaman sekarang ini, kamu akan dengan mudah menemukan cerita sukses seseorang, namun jika ditelisik lebih jauh lagi hanya sedikit yang menceritakan tentang kegagalan.
Kalau ditanya, ada yang mau GAGAL? aku yakin jawabanya pasti tidak ada yang mau kan...
Naaah, disinilah peran utamanya, gagal itu datang tanpa perlu bertanya dulu, tanpa perlu kesiapan seseorang.
Tidak perduli sudah berapa keras kita berusaha, berdoa bahkan beramal. gagal itu bisa menghampiri.
Seperti sesorang yang kukenal, beliau sudah test cpns berkali-kali, sudah belajar sudah berdoa tapi gagal lagi. dimana letak salahnya? jawabanya gak ada yang tau. coba saja pergi kelaut atau pecahkan saja gelasnya biar puas. hehe
Bagi sebagian orang gagal itu menakutkan, mungkin bagi semua orang gak sih?
aku juga turut merasakanya. berulang-ulang kali aku gagal. dan inilah cerita gagalku.
Kenalin, Aku shinta umurku sekarang 30 tahun, aku berzodiak libra, aku suka traveling.
aku terlahir disebuah kampung di sumatera utara. bukan dimedan. masih 4-5 jam lagi dari kota medan
dikabupaten simalungun kota pematang siantar.
dari kecil sampai lulus SMP aku berada disana. kehidupanku dikampung yaa kaya dikampung pada umumnya, dijaman itu internet belum kaya sekarang. hidupku ditemani dengan bermain dengan teman-temanku, mandi disungai ditemani hijaunya padi, pepohanan yang besar, bermain sampai lupa waktu.
matahari dari sebelah marat mulai menutup cahayanya baru kita berhenti bermain. jika benar ada mesin waktu aku ingin kembali ke masa itu.
Kalian pasti bertanya. dimana cerita gagalnya? Sabaaarr gaisss
aku harap kalian tidak senang ketika melihat orang lain gagal. JANGAN YA DEK YA!
Selama masa kecilku gagal yang aku temui, ya gagalnya anak-anak sampai remaja laa.
Sampai pada titik ketika aku dipaksa oleh abangku untuk melanjutkan sekolah ke kota medan.
Aku benar-benar menolak. Aku merengek dan menangis di depan mamah, bilang kalau aku nggak mau pergi. Aku merasa nggak sanggup jauh dari mamah, bahkan sedikit saja. Padahal, kalau dipikir-pikir, jaraknya nggak sejauh itu. Tapi ya namanya juga masih anak kecil, segala sesuatu terasa lebih besar dari yang sebenarnya. Waktu itu, aku cuma ingin dekat dengan mamah dan merasa aman di rumah, tanpa harus menghadapi hal-hal baru yang asing bagiku.
Waktu terus melaju, dan pada akhirnya aku tidak ada pilihan. aku mau sekolah dimedan.
berangsur-angsur perasaanku mulai terbiasa dengan suasana ini, suasana tidak berada dekat disamping mamah. aku masih ingat betul. pada saat hari keberangkatanku tiba aku menangis sejadi-jadinya. ''harap maklum yaa masih bocil mohon maap nih.''
Abangku mendaftarkanku di salah satu sekolah katolik di Medan. Sejak pertama kali mendengarnya, hati dan pikiranku langsung berdebat. "Bisa-bisanya, anak kampung lugu seperti aku masuk ke sekolah katolik?" pikirku. Sekolah katolik itu terkenal banget dengan disiplin yang ketat dan anak-anaknya yang cerdas. Sementara aku? Cuma anak kampung yang belum terbiasa dengan dunia sekolah yang serba teratur dan penuh aturan.
Tapi, ya sudahlah. Abangku sudah memutuskan. Aku harus masuk sekolah itu. Dengan perasaan campur aduk, aku melangkah ke sekolah yang asing itu, berharap bisa bertahan meskipun aku merasa dunia ini bukan untukku.
Cerita ini dimulai dengan kegagalanku di semester pertama. Dan kalau kamu pikir itu cerita sukses, kamu salah besar. Raporku, jangan ditanya. Ada enam pelajaran yang nilainya merah. Bayangin, enam pelajaran! Aku gagal total di hampir setengah mata pelajaran! Gimana enggak, sekolah ini menuntut semua hal serba sempurna, sementara aku, ya, masih belajar menyesuaikan diri. Aku seperti ikan di darat yang berusaha bertahan hidup.
Yang paling parah, wali kelasku, Bu Maria, memanggil aku untuk datang ke ruangannya. "Shinta, kamu harus membawa orang tuamu ke sekolah. Nilai kamu harus diperbaiki," katanya. Aku yang udah deg-degan, langsung terpikir siapa lagi yang bakal datang selain Abangku. Ya, siapa lagi kalau bukan Abangku yang paling bertanggung jawab terhadap hidupku?
Malu, gila! Gak tahu harus ngomong apa. Aku cuma bisa menunduk, merasa seolah dunia ini hancur seketika. Gimana bisa aku jelasin ke Abang kalau aku gagal sebanyak itu? Gimana bisa aku bilang kalau aku merasa seperti orang bodoh di sekolah itu?
Abangku datang dengan wajah serius, seperti biasa. Sesuatu yang membuatku semakin tidak nyaman, karena aku tahu dia pasti kecewa. Tapi yang membuatku tambah malu, adalah tatapan Abangku yang penuh harapan, seolah menunggu aku menjelaskan segala sesuatunya. Padahal, yang ingin aku katakan hanya satu: aku sudah mencoba, tapi tetap saja gagal.
Saat itu, aku merasa dunia ini sangat berat. Rasanya ingin lari dan sembunyi di balik pohon besar di kampung, jauh dari sekolah ini, jauh dari segala ekspektasi yang menumpuk. Tapi, aku tahu itu gak akan menyelesaikan masalah. Jadi, meskipun hati penuh rasa malu, aku hanya bisa pasrah dan menerima kenyataan bahwa ini adalah bagian dari perjalanan hidupku. Jujur, aku lebih milih untuk lari ke hutan daripada menghadapi abangku saat itu. Tapi, apa boleh buat? Aku gak bisa lari dari kenyataan.
''Kegagalan adalah prasyarat bagi kesuksesan yang besar. Jika kamu ingin lebih cepat sukses, gandakan jumlah kegagalan anda.'' Brian Tracy.''
Aku beruntung cuma sebulan luntang - lantungnya. Sekarang, aku bekerja di salah satu perusahaan asuransi terkemuka di Indonesia, dengan lingkungan kerja yang sangat positif. Di sini, pekerjaanku berjalan lancar. Bahkan, aku aktif mengikuti berbagai kegiatan kantor, yang semakin membuatku merasa betah dan terlibat. Yang lebih membanggakan, aku sudah bisa memberikan sebagian gajiku kepada orangtuaku dan welcome sandwich generation.
Di tahun kedua aku bekerja disini pada tahun 2017 aku dipercaya perusahaan untuk mengikuti lomba skala nasional yaitu The Best Contact Center indonesia. lebih dari 100 perusahaan yang ikut lomba ini. aku mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh. pada jam pulang kantor aku memutuskan untuk tetap dikantor dan mempersiakan diri. Begitu tiap hari aku lewati hampir selama 6 bulan. aku memberikan upaya yang terbaik. aku mau menang.
disetiap latihan aku mendapatkan respon yang positif, kata atasanku dan rekan-rekanku penampilan presentasiku bagus aku bakal dapat peringkat satu. mendengar hal itu semangatku semakin mengebuh-gebuh. aku bahkan tidak peduli dengan kesehatanku.
Sambil mempersiapkan lomba yang akan datang, aku juga mendaftarkan diri untuk mengikuti program beasiswa dari kantor. Meskipun jadwalku sangat padat, entah kenapa aku tidak merasa lelah sama sekali. Setiap hari penuh dengan kegiatan yang melelahkan, tapi aku merasa ada energi ekstra untuk terus bergerak. Pada hari presentasi, aku berdiri di depan dewan komite kantor dengan penuh keyakinan, berusaha memberikan pemaparan terbaik dan meyakinkan mereka bahwa aku layak mendapatkan kesempatan itu.
Hari itu akhirnya tiba, hari yang telah lama aku tunggu-tunggu—hari dimana aku harus menampilkan semua hasil latihan dan persiapanku selama ini di ajang The Best Contact Center Indonesia. Aku melangkah masuk ke dalam ruangan dengan perasaan campur aduk, antara gugup dan penuh harap. Di hadapanku, ada lima belas juri yang duduk dengan serius, matanya tajam menatapku, seakan menilai setiap gerak dan kata yang akan aku ucapkan.
Degup jantungku semakin kencang, namun aku berusaha untuk tetap tenang. Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Ini adalah momen yang telah aku persiapkan dengan begitu banyak usaha. Aku tahu aku tidak bisa membiarkan rasa gugup menguasai diriku. Dengan tekad yang bulat, aku mulai berbicara.
Presentasiku mengalir lancar. Setiap kata yang kuucapkan terasa penuh makna, dan meskipun ada sedikit kegugupan, aku berhasil menjaga fokus. Aku membagikan ide dan strategi dengan percaya diri, berharap bisa menyampaikan pesan dengan jelas. Rasanya waktu berjalan begitu cepat, dan akhirnya aku selesai.
Keesokan harinya, ujian tertulis menjadi tantangan berikutnya. Meski aku sudah berusaha keras, hasilnya tidak seperti yang aku harapkan. Aku merasa tidak puas dengan beberapa jawaban, namun aku tahu ini adalah bagian dari proses. Tidak semuanya selalu berjalan sempurna. Yang penting adalah aku telah melakukan yang terbaik.
Aku menatap hasil ujian dengan kepala tegak. Aku percaya bahwa proses tidak akan menghianati hasil.
Sambil menunggu pengumuman beasiswa dan ajang tersebut, aku dikasih kesempatan promosi untuk menjadi permanent employee. lagi-lagi aku berjuang disini, belajar tiap malam untuk bisa mendapatkan hasil yang kuinginkan.
Hari berlalu, aku masih ingat sekali. kami sedang diajak makan bersama oleh atasan kami di plaza semanggi. aku masih ingat betul sampai saat ini. aku menggunakan baju merah. aku sedang tertawa bersama teman-teman yang lain sambil menunggu makanan yang kami pesan datangg.
Kemudian ada pesan masuk di handponku sebuah penguman yang membuat jantungku tidak karuan.
aku buka pesan tersebut dengan penuh harap. aku mencari namaku di penguman tersebut. mencoba membaca berulang kali. tidak ada nama ku disitu. entah dari mana asalna air mataku mengalir deres.aku mencoba bertahan sekuat mungkin tapi dia tetap mengalir dengan deras. Melihat reaksiku, atasanku langsung pun menghampiriku. Dia memelukku dengan lembut, mencoba memberi kekuatan. "Ini bukan akhir dari segalanya," katanya dengan suara lembut. "Proses ini baru saja dimulai, dan kamu sudah memberikan yang terbaik. Jangan menyerah.
Hari pengumuman ajang The Best Contact Center Indonesia akhirnya tiba. Acara besar itu diselenggarakan di sebuah hotel mewah di Jakarta Selatan. Aku datang dengan penuh harap dan semangat. Di kepalaku, aku meyakini bahwa aku akan menang. Selama berbulan-bulan aku berlatih keras, mengikuti setiap tahap seleksi, mempersiapkan diri dengan segenap hati. Tidak ada alasan untuk tidak percaya diri. Aku merasa sudah memberikan yang terbaik.
Satu per satu, kategori lomba diumumkan. Para peserta lain terdengar bersorak kegirangan ketika nama mereka dipanggil, mereka naik ke panggung dengan penuh haru untuk menerima medali. Aku merasa semakin dekat dengan momen itu, yakin bahwa nama aku akan segera disebutkan. Rekan-rekanku di sekitar penuh semangat, mata mereka memancarkan keyakinan, begitu juga aku. Kami semua saling menatap dengan penuh harapan.
Dan kemudian, giliran kategori ku diumumkan. Aku menunggu dengan tegang, jantungku berdegup kencang. Para peserta lainnya mulai bersorak, ada yang melompat, ada yang menangis bahagia. Tetapi saat itu, suara MC mengumumkan nama-nama yang akan naik ke panggung, aku menahan napas, mencari nama ku. Tapi… aku tidak mendengar namaku disebut. Aku terdiam beberapa detik, tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar.
Kemudian, rasa sesak itu datang. Air mata mulai mengalir deras, tanpa bisa kutahan lagi. Aku mencoba menahan semuanya, tetapi tetap saja tangis itu pecah. Aku menangis lebih keras dari sebelumnya, lebih lama dari yang aku kira. Rasanya sakit sekali, seperti ada beban yang begitu berat menekan dada. Meskipun rekan-rekanku dan atasan mencoba menguatkanku, memelukku, dan memberi kata-kata semangat, aku tetap tidak bisa berhenti menangis. Aku merasa gagal, merasa seperti semuanya sia-sia.
Setelah acara selesai, aku pulang dengan perasaan yang hampa. Di kosan, aku masuk kamar dan mengurung diri. Tangisanku tidak berhenti. Aku merasa seperti jatuh begitu dalam, sulit menerima kenyataan bahwa aku gagal setelah semua usaha yang telah aku curahkan. Jika aku tidak berusaha, mungkin aku bisa menerima kegagalan ini dengan lebih lapang. Tapi kenyataannya, aku telah berlatih keras siang dan malam, Senin hingga Minggu, tanpa kenal lelah. Semua yang aku lakukan, aku lakukan dengan hati, dan itu terasa sia-sia sekarang.
Malam itu, aku tidak bisa tidur. Aku terjaga, memikirkan setiap langkah yang kuambil, setiap detik latihan yang kurasa menguras tenaga, tp tidak menghasilkan apa yang aku harapkan. Aku merasa sangat kecewa pada diri sendiri.
Hari-hari berikutnya terasa berat. Ketika aku kembali ke kantor, semangatku sudah hilang. Rasanya sulit untuk kembali fokus, sulit untuk merasa termotivasi. Namun, aku berusaha keras untuk tidak membiarkan perasaan ini mengganggu pekerjaanku. Aku datang ke kantor dengan wajah yang mungkin terlihat lelah dan murung, tapi aku berusaha menjalani hari dengan profesional. Aku tahu, meskipun hatiku terasa hancur, aku masih memiliki tanggung jawab untuk menjalankan tugas-tugasku dengan baik.
Hari berikutnya, pengumuman mengenai promosi itu akhirnya tiba. Namun, sekali lagi, namaku tidak ada di daftar. Rasa kosong menyelimuti diriku. Aku hanya bisa terdiam, bingung, meskipun air mata tak lagi mengalir. Yang ada hanya kebingungan yang menggerogoti pikiranku.
Bagaimana bisa aku gagal di ketiga proses ini? Semua usaha dan harapan yang telah kucurahkan terasa sia-sia. Rasanya begitu menyakitkan, seperti ada yang hilang dalam diriku.
3 hari setelah itu, atasanku datang menghampiriku. Ia menyadari ada yang berbeda dariku. Shinta yang biasanya ceria dan penuh semangat kini tampak lesu dan kehilangan energi. Tanpa berkata banyak, beliau mencoba memberiku semangat. Aku masih ingat betul kata-katanya, dan itu menjadi titik awal aku bangkit kembali.
"Shinta, aku tahu perasaanmu. Tapi kamu harus percaya satu hal," katanya dengan lembut. "Setiap kegagalan, setiap kesedihan yang kamu terima di sebelah kiri, Tuhan akan membalasnya dengan kemenangan dan kesuksesan di sebelah kanan."
Entah kenapa, kata-kata itu seperti bensin yang menyulut api dalam diriku. Tiba-tiba aku merasa ada harapan baru yang mengalir dalam diriku. Aku menyaadari, ini bukanlah akhir. Ini adalah bagian dari proses berharga yang harus aku lewati. Tidak semua orang mendapatkan kesempatan seperti ini. Dan aku, aku masih memiliki banyak hal yang harus aku perjuangkan.
Dan tahukah kamu? Tahun berikutnya, tepatnya di 2018, aku akhirnya merasakan hadiah dari semua kegagalan itu. Tuhan memberikan semuanya sesuai dengan porsi dan waktu-Nya yang terbaik. Aku menang di ajang yang sama, aku dinobatkan sebagai The Best Employee, dan yang lebih luar biasa lagi, aku menerima tawaran untuk menjadi supervisor dan karyawan tetap di perusahaan lain. Semua itu adalah hasil yang tepat, hasil yang sepadan dengan setiap usaha yang telah aku berikan.
Aku gagal di tiga hal sebelumnya, namun aku juga meraih kemenangan di tiga hal yang lebih besar. Kegagalan dan kemenangan itu berjalan beriringan, saling melengkapi.
Inilah yang ingin aku sampaikan kepada kamu yang membaca blog ini: Tidak apa-apa untuk gagal. Gagal bukanlah akhir dari segalanya. Kamu bisa! Kamu keren! Tetap semangat dan terus berjuang.
-Seekor burung yang bertengger di pohon tidak pernah takut rantingnya akan patah, bukan karena ia percaya pada ranting itu, tetapi karena ia percaya pada sayapnya sendiri.-''buku the answer''
Terharuu pas nulis ini tuh
ReplyDeleteMba shintaaaaa, baca ini aku JD ikut terharu 🥹👍👍👍. Kayak kebayang juga jerih payahmu dr awal sampe akhir. Mungkin Krn aku juga Batak, sekolah SMU di medan dan merantau ke JKT. Relate jadinya 🤭.
ReplyDeleteTapi aku pun yakin, segala kegagalan itu cuma bikin kita lebih kuat. Bangkit lagi, dan jadi lebih baik. Aku ngerasain sendiri kerasnya hidup di JKT ini. Dan Alhamdulillah udh berbuah manis. Yg penting tetap berdoa, usaha, lalu serahkan semua hasil kepada yg di Atas.