Tuesday, November 26, 2024

CERITA GAGALKU!

Di dunia ini banyak orang gagal, bukan cuma aku bukan cuma kamu pula, kita semua pernah gagal. hanya saja kegagalanya berbagai rupa dan mengatasinya juga berbeda-beda.

Jaman sekarang ini, kamu akan dengan mudah menemukan cerita sukses seseorang, namun jika ditelisik lebih jauh lagi hanya sedikit yang menceritakan tentang kegagalan. 

Kalau ditanya, ada yang mau GAGAL? aku yakin jawabanya pasti tidak ada yang mau kan...
Naaah, disinilah peran utamanya, gagal itu datang tanpa perlu bertanya dulu, tanpa perlu kesiapan seseorang.
Tidak perduli sudah berapa keras kita berusaha, berdoa bahkan beramal. gagal itu bisa menghampiri.
Seperti sesorang yang kukenal, beliau sudah test cpns berkali-kali, sudah belajar sudah berdoa tapi gagal lagi. dimana letak salahnya? jawabanya gak ada yang tau. coba saja pergi kelaut atau pecahkan saja gelasnya biar puas. hehe

Bagi sebagian orang gagal itu menakutkan, mungkin bagi semua orang gak sih?
aku juga turut merasakanya. berulang-ulang kali aku gagal. dan inilah cerita gagalku.

Kenalin, Aku shinta umurku sekarang 30 tahun, aku berzodiak libra, aku suka traveling.
aku terlahir disebuah kampung di sumatera utara. bukan dimedan. masih 4-5 jam lagi dari kota medan
dikabupaten simalungun kota pematang siantar.
dari kecil sampai lulus SMP aku berada disana. kehidupanku dikampung yaa kaya  dikampung pada umumnya, dijaman itu internet belum kaya sekarang. hidupku ditemani dengan bermain dengan teman-temanku, mandi disungai ditemani hijaunya padi, pepohanan yang besar, bermain sampai lupa waktu. 
matahari dari sebelah marat mulai menutup cahayanya baru kita berhenti bermain. jika benar ada mesin waktu aku ingin kembali ke masa itu.

Kalian pasti bertanya. dimana cerita gagalnya? Sabaaarr gaisss
aku harap kalian tidak senang ketika melihat orang lain gagal. JANGAN YA DEK YA!

Selama masa kecilku gagal yang aku temui, ya gagalnya anak-anak sampai remaja laa.
Sampai pada titik ketika aku  dipaksa oleh abangku untuk melanjutkan sekolah ke kota medan. 
Aku benar-benar menolak. Aku merengek dan menangis di depan mamah, bilang kalau aku nggak mau pergi. Aku merasa nggak sanggup jauh dari mamah, bahkan sedikit saja. Padahal, kalau dipikir-pikir, jaraknya nggak sejauh itu. Tapi ya namanya juga masih anak kecil, segala sesuatu terasa lebih besar dari yang sebenarnya. Waktu itu, aku cuma ingin dekat dengan mamah dan merasa aman di rumah, tanpa harus menghadapi hal-hal baru yang asing bagiku.

Waktu terus melaju, dan pada akhirnya aku tidak ada pilihan. aku mau sekolah dimedan.
berangsur-angsur perasaanku mulai terbiasa dengan suasana ini, suasana tidak berada dekat disamping mamah. aku masih ingat betul. pada saat hari keberangkatanku tiba aku menangis sejadi-jadinya. ''harap maklum yaa masih bocil mohon maap nih.''

Abangku mendaftarkanku di salah satu sekolah katolik di Medan. Sejak pertama kali mendengarnya, hati dan pikiranku langsung berdebat. "Bisa-bisanya, anak kampung lugu seperti aku masuk ke sekolah katolik?" pikirku. Sekolah katolik itu terkenal banget dengan disiplin yang ketat dan anak-anaknya yang cerdas. Sementara aku? Cuma anak kampung yang belum terbiasa dengan dunia sekolah yang serba teratur dan penuh aturan.

Tapi, ya sudahlah. Abangku sudah memutuskan. Aku harus masuk sekolah itu. Dengan perasaan campur aduk, aku melangkah ke sekolah yang asing itu, berharap bisa bertahan meskipun aku merasa dunia ini bukan untukku.

Cerita ini dimulai dengan kegagalanku di semester pertama. Dan kalau kamu pikir itu cerita sukses, kamu salah besar. Raporku, jangan ditanya. Ada enam pelajaran yang nilainya merah. Bayangin, enam pelajaran! Aku gagal total di hampir setengah mata pelajaran! Gimana enggak, sekolah ini menuntut semua hal serba sempurna, sementara aku, ya, masih belajar menyesuaikan diri. Aku seperti ikan di darat yang berusaha bertahan hidup.

Yang paling parah, wali kelasku, Bu Maria, memanggil aku untuk datang ke ruangannya. "Shinta, kamu harus membawa orang tuamu ke sekolah. Nilai kamu harus diperbaiki," katanya. Aku yang udah deg-degan, langsung terpikir siapa lagi yang bakal datang selain Abangku. Ya, siapa lagi kalau bukan Abangku yang paling bertanggung jawab terhadap hidupku?

Malu, gila! Gak tahu harus ngomong apa. Aku cuma bisa menunduk, merasa seolah dunia ini hancur seketika. Gimana bisa aku jelasin ke Abang kalau aku gagal sebanyak itu? Gimana bisa aku bilang kalau aku merasa seperti orang bodoh di sekolah itu?

Abangku datang dengan wajah serius, seperti biasa. Sesuatu yang membuatku semakin tidak nyaman, karena aku tahu dia pasti kecewa. Tapi yang membuatku tambah malu, adalah tatapan Abangku yang penuh harapan, seolah menunggu aku menjelaskan segala sesuatunya. Padahal, yang ingin aku katakan hanya satu: aku sudah mencoba, tapi tetap saja gagal.

Saat itu, aku merasa dunia ini sangat berat. Rasanya ingin lari dan sembunyi di balik pohon besar di kampung, jauh dari sekolah ini, jauh dari segala ekspektasi yang menumpuk. Tapi, aku tahu itu gak akan menyelesaikan masalah. Jadi, meskipun hati penuh rasa malu, aku hanya bisa pasrah dan menerima kenyataan bahwa ini adalah bagian dari perjalanan hidupku.  Jujur, aku lebih milih untuk lari ke hutan daripada menghadapi abangku saat itu. Tapi, apa boleh buat? Aku gak bisa lari dari kenyataan.

Abangku datang dengan wajah yang serius. Ia memang selalu begitu, gak pernah bisa terlihat santai meski ada hal yang bikin dia kesel. Wali kelasku, Bu Maria, menjelaskan satu per satu kenapa nilai-nilainya aku jauh dari harapan.

Disampingnya aku duduk sambil menunduk kepala, aku membayangkan habis ini aku akan disambel di gorok atau diapakan sama abangku. Kamu tau kan muka abang-abang batak kalau uda marah gimana?
jangan kamu bayangin, pokoknya sereeeeem 

Setibanya dirumah aku pikir abangku akan marah padaku, ternyata dia bertanya padaku dengan lembutnya, bak bika ambon lembutnya, tapi tetap dengan gaya abang-bang batak.  ''Apa yang bisa aku lakukan supaya nilai kau bisa membaik'' kata Abangku dengan nada serius tapi nadanya pelan tidak meninggi seperti yang kubayangkan.
Mendengar itu aku malah nangis terseduh-seduh, aku seneng aku tidak digeprek sama abangku tapi aku sedih membuat dia kecewa. ''aku mau less'' kataku sambil menghapus air mataku
aku serius mengatakan itu pada abangku, dengan keyakinan 100%, yang aku pun tidak tau itu datang dari mana. tiba-tiba aja seperti kerasukan roh baik. 

Waktu berlalu begitu cepat. Di semester kedua, aku mencoba untuk bangkit. Setiap pagi sebelum sekolah, aku mulai belajar dengan sungguh-sungguh. sepulang sekolah aku lanjut less bimbel lagi.

Perlahan, aku mulai merasa lebih nyaman dengan rutinitas itu. Tidak mudah, tentu saja. Ada banyak kali aku ingin menyerah, terutama saat ujian datang dan aku merasa belum siap. Tapi, aku tahu aku harus coba, setidaknya agar Abangku tidak kecewa.

Dan tiba saatnya, semester kedua pun berakhir. Aku membuka raporku dengan deg-degan. Wali kelas Bu Maria memanggilku ke ruangannya, kali ini tidak ada wajah serius atau bicara panjang lebar. Hanya ada senyum tipis yang terukir di wajahnya.

Memang belum bisa 10 besar apa lagi juara, kamu yang baca ini jangan tinggi-tinggi dulu ekspektasinya.
Tapi aku bisa rangkin 23 dari 40 hehe. memang bukan yang diharapkan tapi nilaiku mencapai target semuaa. yeaaay.. Ada kebanggaan yang akhirnya bisa aku rasakan, meskipun aku tahu perjalanan ini belum selesai. Tapi setidaknya, raporku tidak lagi berwarna merah. Aku tersenyum, dan untuk pertama kalinya, aku merasa seperti aku punya tempat di dunia ini. Dunia sekolah katolik yang tadinya terasa asing dan menakutkan, kini mulai terasa sedikit lebih ramah.

Ketika pulang ke rumah, Abangku tersenyum lebar melihat raporku yang lebih baik. "Begini baru enak. Ingat, ini baru awal. Kamu harus terus berusaha lebih keras."

Aku cuma bisa mengangguk, kali ini dengan keyakinan. Meski perjalanan ini penuh dengan kegagalan dan rasa malu, aku tahu aku bisa terus maju. Dan untuk pertama kalinya, aku merasa bangga dengan diriku sendiri.

Waktu membawa ku kelas 2 SMA, sekarang sebutanya apa sih kelas XI ya? oke itu lah
tentu saja dengan pengetahuanku yang seadanya aku pilih jurusan IPS. aku pikir aku akan bisa dijurusan ini dibanding harus di IPA. ketemu lagi sama sama Fisaka dan Kimia. Ampuuuun🙏

Singkat ceritaa, selama aku kelas XI disemeter pertama aku rangking 9. Woow menyala bukaan? menyala dong wkkw. semester berikutnya aku rangking 7. lalu di kelas XII semester pertama aku rangking 5 woiiii.
aku bangga banget bisa dititik ini. aku merasa ingin ikut cerdas cermat seindonesia raya. becandaa lol.
karna disemester kedua kita sudah fokus di kelulusan dan masuk perguruan tinggi negeri.

Setelah lulus SMA. para siswa-siswi disibukkan dengan belajar untuk masuk perguruan tinggi negeri.
dan tebaak? aku gagal. aku gagal jalur undangan, aku gagal jalur PTN, gagal UMB, ada banyak jalur yang aku coba biar aku bisa kuliah di perguruan tinggi negeri. tapi aku gagal terus.
disini aku uda mulai rapuh. semangatku hilang. abangku pun kecewa lagi padaku. jangankan abangku. aku pun sangat kecewa dengan diriku sendiri.

Lantas, apa saya menyerah? ouuuh tidaak. aku mencoba lagi jalur terakhir yaitu program diploma dari univeristas sumatera utara. kalau kata ka Gem. kata-kata hari ini singkat saja. ''AKU LOLOS''
Aku lolos di Universitas Sumatera Utara dengan jurusan Keuangan.

Semester pertama kuliah aku lalui dengan santai, berteman sama semua orang pergi nongkrong kesana kemari. please ini jangan ditiru. karena apaa??
IPK ku jelek. menurut orang lain mungkin tidak tapi bagiku ini jelek di 2.7. 
Semester kedua aku mulai evaluasi, pertemanaku aku ganti aku cari yang disiplin dan pinter diruangan.
dan yaaaah semester kedua aku raih di 2.9. begitu juga dengan semester-semester berikutnya IPK ku membaik sampai wisuda tiba aku lulus dengan nilai 3.23. aku puas dengan angka ini. bagiku ini lebih dari cukup. aku tidak berharap menjadi cumlaude. sungguh!

Setelah lulus kuliah, tahap berikutnya apa teman-teman? Yaa Betul!. MENCARI KERJA!
Ini siapa sih yang ciptain habis kuliah lanjut kerjaa? gak selesai selesai ya alloh.

Aku Lulus kuliah Agustus 2015, sambil menunggu ijazah aku dimedan dulu sembari mencari kerjaan.
ternyata susah yaa nyari kerja itu. bulan berganti sampai oktober aku tak kunjung mendapatkan pekerjaan
beruntungnya ijazah sudah bisa diambil. mungkin lebih mudah setelah ijazah pikirku. 
Duaaaaar!!! aku menerima kabar bapak aku kecelakaan. mencari pekerjaan aku skip dulu aku memutuskan untuk pulang ke kampung menjaga dan merawat bapaku dikampung, tempat dimana masa kecil kuhabiskan dengan penuh kehangattan. 

Aku dan mamah merawat bapak bersama-sama setelah kecelakaan yang membuat kaki bapakku patah. Kakinya tidak bisa berjalan normal lagi, dan itu mengubah banyak hal dalam hidup kami. Bulan berganti, bahkan tahun pun berlalu hingga tahun 2016, namun bapak tetap terus menjalani pengobatan. Sementara itu, di dalam pikiranku, aku mulai khawatir tentang masa depan. Aku tidak ingin terus-menerus berada di situasi yang sama. Aku tidak ingin terjebak di kampung ini, menjadi contoh yang buruk bagi orang-orang di sekitar. orang-orang akan melihatku sebagai contoh kegagalan. Mereka akan berkata, "Ngapain sih kuliah? Itu aja si Shinta, kuliah tapi pulang-pulang jadi pengangguran di kampung." Itu yang ada dalam pikiranku. dan aku tidak ingin itu terjadi. anak-anak harus lanjut kuliah karena pendidikan itu penting. dan aku mau one day anak-anak dikampungku bilang "Aku mau kaya, Ka Shinta."

Awal Februari 2026 aku memutuskan pergi merantau ke jakarta, meninggalkan sementara mama dan bapakku yang lagi sakit. pada moment ini, sedihku 2 kali lipat dari sebelumnya waktu aku dipaksa sekolah dimedan. mamahku turut nangis aku juga nangis. bapakku yang berusaha kuat. aku tau dia teramat sedih dari raut wajahnya yang merah dan matanya yang berkaca-kaca. ini buka lebay gais karena aku anak perempuan satu-satunya mereka. Aku bisa merasakan betapa beratnya bagi mereka, terutama untuk bapak, yang harus merelakan aku pergi sementara tubuhnya belum sepenuhnya pulih. Bapak dan mamah tidak bisa mengantarku ke bandara. Bapak tidak bisa karena kakinya yang belum bisa berjalan normal, dan mamah harus tinggal di rumah untuk merawatnya. Akhirnya, abangku yang lain yang mengantarku.

Keberangkatanku kali ini terasa berbeda, lebih emosional. Rasanya seperti ada bagian dari diriku yang tertinggal bersama mereka, dan aku tahu ini bukanlah perpisahan yang mudah.

Di Jakarta, aku tinggal ditempat keluarga. Setiap hari, aku luntang-lantung mencari pekerjaan. Jakarta memang besar, dan aku merasa seakan tak ada habisnya mengitari kota ini. Aku berganti-ganti moda transportasi: busway, kereta, bahkan sesekali naik ojek online untuk menghemat waktu.

Setiap hari aku menjalani serangkaian interview, dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Hasilnya? Ditolak lagi, ditolak lagi. Tapi aku terus mencoba. Begitu terus, hingga sebulan penuh berlalu.

Hingga akhirnya, awal Maret 2016, aku mendapat pekerjaan. Terkesan mudah, bukan? Tapi jujur saja, perjalanan itu hampir membuatku menyerah. Aku sempat merasa lelah, bahkan ingin berhenti, tapi aku tahu aku harus terus mencoba. Itu bukanlah perjalanan yang singkat atau mulus, dan saat itu aku hampir kehilangan harapan.

Namun, intinya bukan di sini. Ini hanya bagian dari perjalanan panjang yang harus dijalani.

''Kegagalan adalah prasyarat bagi kesuksesan yang besar. Jika kamu ingin lebih cepat sukses, gandakan jumlah kegagalan anda.'' Brian Tracy.''

Aku beruntung cuma sebulan luntang - lantungnya. Sekarang, aku bekerja di salah satu perusahaan asuransi terkemuka di Indonesia, dengan lingkungan kerja yang sangat positif. Di sini, pekerjaanku berjalan lancar. Bahkan, aku aktif mengikuti berbagai kegiatan kantor, yang semakin membuatku merasa betah dan terlibat. Yang lebih membanggakan, aku sudah bisa memberikan sebagian gajiku kepada orangtuaku dan welcome sandwich generation.

Di tahun kedua aku bekerja disini pada tahun 2017 aku dipercaya perusahaan untuk mengikuti lomba skala nasional yaitu The Best Contact Center indonesia. lebih dari 100 perusahaan yang ikut lomba ini. aku mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh. pada jam pulang kantor aku memutuskan untuk tetap dikantor dan mempersiakan diri. Begitu tiap hari aku lewati hampir selama 6 bulan. aku memberikan upaya yang terbaik. aku mau menang. 
disetiap latihan aku mendapatkan respon yang positif, kata atasanku dan rekan-rekanku penampilan presentasiku bagus aku bakal dapat peringkat satu. mendengar hal itu semangatku semakin mengebuh-gebuh. aku bahkan tidak peduli dengan kesehatanku.

Sambil mempersiapkan lomba yang akan datang, aku juga mendaftarkan diri untuk mengikuti program beasiswa dari kantor. Meskipun jadwalku sangat padat, entah kenapa aku tidak merasa lelah sama sekali. Setiap hari penuh dengan kegiatan yang melelahkan, tapi aku merasa ada energi ekstra untuk terus bergerak. Pada hari presentasi, aku berdiri di depan dewan komite kantor dengan penuh keyakinan, berusaha memberikan pemaparan terbaik dan meyakinkan mereka bahwa aku layak mendapatkan kesempatan itu.

Hari itu akhirnya tiba, hari yang telah lama aku tunggu-tunggu—hari dimana aku harus menampilkan semua hasil latihan dan persiapanku selama ini di ajang The Best Contact Center Indonesia. Aku melangkah masuk ke dalam ruangan dengan perasaan campur aduk, antara gugup dan penuh harap. Di hadapanku, ada lima belas juri yang duduk dengan serius, matanya tajam menatapku, seakan menilai setiap gerak dan kata yang akan aku ucapkan.

Degup jantungku semakin kencang, namun aku berusaha untuk tetap tenang. Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Ini adalah momen yang telah aku persiapkan dengan begitu banyak usaha. Aku tahu aku tidak bisa membiarkan rasa gugup menguasai diriku. Dengan tekad yang bulat, aku mulai berbicara.

Presentasiku mengalir lancar. Setiap kata yang kuucapkan terasa penuh makna, dan meskipun ada sedikit kegugupan, aku berhasil menjaga fokus. Aku membagikan ide dan strategi dengan percaya diri, berharap bisa menyampaikan pesan dengan jelas. Rasanya waktu berjalan begitu cepat, dan akhirnya aku selesai.

Keesokan harinya, ujian tertulis menjadi tantangan berikutnya. Meski aku sudah berusaha keras, hasilnya tidak seperti yang aku harapkan. Aku merasa tidak puas dengan beberapa jawaban, namun aku tahu ini adalah bagian dari proses. Tidak semuanya selalu berjalan sempurna. Yang penting adalah aku telah melakukan yang terbaik.

Aku menatap hasil ujian dengan kepala tegak. Aku percaya bahwa proses tidak akan menghianati hasil

Sambil menunggu pengumuman beasiswa dan ajang tersebut, aku dikasih kesempatan promosi untuk menjadi permanent employee. lagi-lagi aku berjuang disini, belajar tiap malam untuk bisa mendapatkan hasil yang kuinginkan.

Hari berlalu, aku masih ingat sekali. kami sedang diajak makan bersama oleh atasan kami di plaza semanggi. aku masih ingat betul sampai saat ini. aku menggunakan baju merah. aku sedang tertawa bersama teman-teman yang lain sambil menunggu makanan yang kami pesan datangg.
Kemudian ada pesan masuk di handponku sebuah penguman yang membuat jantungku tidak karuan. 
aku buka pesan tersebut dengan penuh harap. aku mencari namaku di penguman tersebut.  mencoba membaca berulang kali. tidak ada nama ku disitu. entah dari mana asalna air mataku mengalir deres.aku mencoba bertahan sekuat mungkin tapi dia tetap mengalir dengan deras.  Melihat reaksiku, atasanku langsung pun menghampiriku. Dia memelukku dengan lembut, mencoba memberi kekuatan. "Ini bukan akhir dari segalanya," katanya dengan suara lembut. "Proses ini baru saja dimulai, dan kamu sudah memberikan yang terbaik. Jangan menyerah.

Hari pengumuman ajang The Best Contact Center Indonesia akhirnya tiba. Acara besar itu diselenggarakan di sebuah hotel mewah di Jakarta Selatan. Aku datang dengan penuh harap dan semangat. Di kepalaku, aku meyakini bahwa aku akan menang. Selama berbulan-bulan aku berlatih keras, mengikuti setiap tahap seleksi, mempersiapkan diri dengan segenap hati. Tidak ada alasan untuk tidak percaya diri. Aku merasa sudah memberikan yang terbaik.

Satu per satu, kategori lomba diumumkan. Para peserta lain terdengar bersorak kegirangan ketika nama mereka dipanggil, mereka naik ke panggung dengan penuh haru untuk menerima medali. Aku merasa semakin dekat dengan momen itu, yakin bahwa nama aku akan segera disebutkan. Rekan-rekanku di sekitar penuh semangat, mata mereka memancarkan keyakinan, begitu juga aku. Kami semua saling menatap dengan penuh harapan.

Dan kemudian, giliran kategori ku diumumkan. Aku menunggu dengan tegang, jantungku berdegup kencang. Para peserta lainnya mulai bersorak, ada yang melompat, ada yang menangis bahagia. Tetapi saat itu, suara MC mengumumkan nama-nama yang akan naik ke panggung, aku menahan napas, mencari nama ku. Tapi… aku tidak mendengar namaku disebut. Aku terdiam beberapa detik, tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar.

Kemudian, rasa sesak itu datang. Air mata mulai mengalir deras, tanpa bisa kutahan lagi. Aku mencoba menahan semuanya, tetapi tetap saja tangis itu pecah. Aku menangis lebih keras dari sebelumnya, lebih lama dari yang aku kira. Rasanya sakit sekali, seperti ada beban yang begitu berat menekan dada. Meskipun rekan-rekanku dan atasan mencoba menguatkanku, memelukku, dan memberi kata-kata semangat, aku tetap tidak bisa berhenti menangis. Aku merasa gagal, merasa seperti semuanya sia-sia.

Setelah acara selesai, aku pulang dengan perasaan yang hampa. Di kosan, aku masuk kamar dan mengurung diri. Tangisanku tidak berhenti. Aku merasa seperti jatuh begitu dalam, sulit menerima kenyataan bahwa aku gagal setelah semua usaha yang telah aku curahkan. Jika aku tidak berusaha, mungkin aku bisa menerima kegagalan ini dengan lebih lapang. Tapi kenyataannya, aku telah berlatih keras siang dan malam, Senin hingga Minggu, tanpa kenal lelah. Semua yang aku lakukan, aku lakukan dengan hati, dan itu terasa sia-sia sekarang.

Malam itu, aku tidak bisa tidur. Aku terjaga, memikirkan setiap langkah yang kuambil, setiap detik latihan yang kurasa menguras tenaga, tp tidak menghasilkan apa yang aku harapkan. Aku merasa sangat kecewa pada diri sendiri.

Hari-hari berikutnya terasa berat. Ketika aku kembali ke kantor, semangatku sudah hilang. Rasanya sulit untuk kembali fokus, sulit untuk merasa termotivasi. Namun, aku berusaha keras untuk tidak membiarkan perasaan ini mengganggu pekerjaanku. Aku datang ke kantor dengan wajah yang mungkin terlihat lelah dan murung, tapi aku berusaha menjalani hari dengan profesional. Aku tahu, meskipun hatiku terasa hancur, aku masih memiliki tanggung jawab untuk menjalankan tugas-tugasku dengan baik.

Hari berikutnya, pengumuman mengenai promosi itu akhirnya tiba. Namun, sekali lagi, namaku tidak ada di daftar. Rasa kosong menyelimuti diriku. Aku hanya bisa terdiam, bingung, meskipun air mata tak lagi mengalir. Yang ada hanya kebingungan yang menggerogoti pikiranku.

Bagaimana bisa aku gagal di ketiga proses ini? Semua usaha dan harapan yang telah kucurahkan terasa sia-sia. Rasanya begitu menyakitkan, seperti ada yang hilang dalam diriku.

3 hari setelah itu, atasanku datang menghampiriku. Ia menyadari ada yang berbeda dariku. Shinta yang biasanya ceria dan penuh semangat kini tampak lesu dan kehilangan energi. Tanpa berkata banyak, beliau mencoba memberiku semangat. Aku masih ingat betul kata-katanya, dan itu menjadi titik awal aku bangkit kembali.

"Shinta, aku tahu perasaanmu. Tapi kamu harus percaya satu hal," katanya dengan lembut. "Setiap kegagalan, setiap kesedihan yang kamu terima di sebelah kiri, Tuhan akan membalasnya dengan kemenangan dan kesuksesan di sebelah kanan."

Entah kenapa, kata-kata itu seperti bensin yang menyulut api dalam diriku. Tiba-tiba aku merasa ada harapan baru yang mengalir dalam diriku. Aku menyaadari, ini bukanlah akhir. Ini adalah bagian dari proses berharga yang harus aku lewati. Tidak semua orang mendapatkan kesempatan seperti ini. Dan aku, aku masih memiliki banyak hal yang harus aku perjuangkan.

Dan tahukah kamu? Tahun berikutnya, tepatnya di 2018, aku akhirnya merasakan hadiah dari semua kegagalan itu. Tuhan memberikan semuanya sesuai dengan porsi dan waktu-Nya yang terbaik. Aku menang di ajang yang sama, aku dinobatkan sebagai The Best Employee, dan yang lebih luar biasa lagi, aku menerima tawaran untuk menjadi supervisor dan karyawan tetap di perusahaan lain. Semua itu adalah hasil yang tepat, hasil yang sepadan dengan setiap usaha yang telah aku berikan.

Aku gagal di tiga hal sebelumnya, namun aku juga meraih kemenangan di tiga hal yang lebih besar. Kegagalan dan kemenangan itu berjalan beriringan, saling melengkapi.

Inilah yang ingin aku sampaikan kepada kamu yang membaca blog ini: Tidak apa-apa untuk gagal. Gagal bukanlah akhir dari segalanya. Kamu bisa! Kamu keren! Tetap semangat dan terus berjuang.

-Seekor burung yang bertengger di pohon tidak pernah takut rantingnya akan patah, bukan karena ia percaya pada ranting itu, tetapi karena ia percaya pada sayapnya sendiri.-''buku the answer''



2 comments:

  1. Mba shintaaaaa, baca ini aku JD ikut terharu 🥹👍👍👍. Kayak kebayang juga jerih payahmu dr awal sampe akhir. Mungkin Krn aku juga Batak, sekolah SMU di medan dan merantau ke JKT. Relate jadinya 🤭.

    Tapi aku pun yakin, segala kegagalan itu cuma bikin kita lebih kuat. Bangkit lagi, dan jadi lebih baik. Aku ngerasain sendiri kerasnya hidup di JKT ini. Dan Alhamdulillah udh berbuah manis. Yg penting tetap berdoa, usaha, lalu serahkan semua hasil kepada yg di Atas.

    ReplyDelete

Fenomena Sandwich Generation

  Sandwich Generation Pertanyaan ini sering muncul di benakku: Bagaimana rasanya memiliki penghasilan, tapi hanya dinikmati oleh diri sendir...